PEMESANAN CEPAT SMS : NAMA BARANG PESANAN/NAMA/ALAMAT LENGKAP (Contoh : BELI JELI GAMAT 350ml/EGI/JL. MOCH ABBAS NO.6 RT1/RW2 KEL. SAWAH KEC. CIJERAH - BANDUNG 43212) KE 0813 9400 7164 atau 0857 595 77 929
pin : 324d593a
GARANSI 100% dan dikirim via TIKI/JNE ke seluruh Indonesia, sampai ditangan Anda_PASTI!!______Khusus BANDUNG, CIANJUR, JABODETABEK bisa COD (bayar di tujuan) diantar ke rumah/kantor Anda via kurir motor,_ Distributor Utama _ JELI GAMAT,_ SPIRULINA,_ MILKTHISTLE_ Produksi_ LUXOR

Rabu, 09 Mei 2012

kanker payudara

Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini adalah jenis kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat terserang kanker payudara, walaupun kemungkinannya lebih kecil dari 1 di antara 1000[rujukan?]. Pengobatan yang paling lazim adalah dengan pembedahan dan jika perlu dilanjutkan dengan kemoterapi maupun radiasi.

Daftar isi

 [sembunyikan

Definisi

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.[1]
Selain itu, kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh Word Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17.[2]

Patofisiologi

Beberapa jenis kanker payudara sering menunjukkan disregulasi hormon HGF dan onkogen Met, serta ekspresi berlebih enzim PTK-6.[3]

Transformasi

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.

[sunting] Fase inisiasi

Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada kelenjar payudara dan lobualveologenesis pada sel epitelial payudara, diperkirakan berperan sebagai aktivator lintasan tumorigenesis pada sel payudara yang diinduksi oleh karsinogen. Progestin akan menginduksi transkripsi regulator siklus sel berupa siklin D1 untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan sekitar 5 hingga 7 kali lipat dengan stimulasi hormon estrogen,[4] oleh karena estrogen merupakan hormon yang mengaktivasi ekspresi pencerap progesteron pada sel epitelial.[5] Selain itu, progesteron juga menginduksi sekresi kalsitonin sel luminal dan morfogenesis kelenjar.[6]

Fase promosi

Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).

Fase metastasis

Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker payudara, beberapa diantaranya disertai komplikasi lain seperti simtoma hiperkalsemia, pathological fractures atau spinal cord compression.[7] Metastasis demikian bersifat osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi sel kanker merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas osteoblas serta osteoklas lain hingga meningkatkan resorpsi tulang.
Tulang merupakan jaringan unik yang terbuat dari matriks protein yang mengandung kalsium dengan kristal hydroxyappatite sehingga mekanisme yang biasa digunakan oleh sel kanker untuk membuat ruang pada matriks ekstraselular dengan penggunaan enzim metaloproteinase matriks tidaklah efektif. Oleh sebab itu, resorpsi tulang yang memungkinkan invasi neoplastik terjadi akibat interaksi antara sel kanker payudara dengan sel endotelial yang dimediasi oleh ekspresi VEGF.[7] VEGF merupakan mitogen angiogenik positif yang bereaksi dengan sel endotelial. Tanpa faktor angiogenik negatif seperti angiostatin, sel endotelial yang berinteraksi dengan VEGF sel kanker melalui pencerap VEGFR-1 dan VEGFR-2, akan meluruhkan matriks ekstraselular, bermigrasi dan membentuk tubulus.

Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis sel kanker yang dapat terkultur pada kanker payudara, yaitu sel MCF-7, sel T-47D, sel MDA-MB-231, sel MB-MDA-468, sel BT-20 dan sel BT-549.

Histopatologi

Berdasarkan WHO Histological Classification of breast tumor, kanker payudara diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Non-invasif karsinoma
    • Non-invasif duktal karsinoma
    • Lobular karsinoma in situ
  2. Invasif karsinoma
    • Invasif duktal karsinoma
      • Papilobular karsinoma
      • Solid-tubular karsinoma
      • Scirrhous karsinoma
      • Special types
      • Mucinous karsinoma
      • Medulare karsinoma
    • Invasif lobular karsinoma
      • Adenoid cystic karsinoma
      • karsinoma sel squamos
      • karsinoma sel spindel
      • Apocrin karsinoma
      • Karsinoma dengan metaplasia kartilago atau osseus metaplasia
      • Tubular karsinoma
      • Sekretori karsinoma
      • Lainnya
  3. Paget's Disease

Stadium

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari World Health Organization)/AJCC (American Joint Committee On cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons).

Sistem TNM

TNM merupakan singkatan dari "T" yaitu tumor size atau ukuran tumor , "N" yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut:
  • T (tumor size), ukuran tumor:
    • T 0: tidak ditemukan tumor primer
    • T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
    • T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
    • T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm
    • T 4: ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
  • N (node), kelenjar getah bening regional (kgb):
    • N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla
    • N 1: ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
    • N 2: ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
    • N 3: ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum
  • M (metastasis), penyebaran jauh:
    • M x: metastasis jauh belum dapat dinilai
    • M 0: tidak terdapat metastasis jauh
    • M 1: terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:
  • Stadium 0: T0 N0 M0
  • Stadium 1: T1 N0 M0
  • Stadium II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0
  • Stadium II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0
  • Stadium III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T2 N2 M0
  • Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0
  • Stadium III C: Tiap T N3 M0
  • Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1

Genetik

Array-mikro DNA

Array-mikro DNA merupakan suatu metode yang diawali dengan membandingkan sel normal dengan sel kanker dan melihat perbedaan yang terjadi pada ekspresi genetik antara dua jenis sel. Walaupun perbedaan ekspresi genetik tersebut belum tentu menunjukkan ciri khas onkogen sel kanker, namun beberapa grup periset mempertimbangkan bahwa beberapa grup/kluster gen mempunyai kecenderungan untuk meninggalkan jejak genetik pada sel lain hingga terjadi ekspresi genetik yang sama, yang disebut profil genetik. Dengan demikian, dinamika fungsional gen dan genom dapat diamati seperti proses transkripsi mRNA, identifikasi domain pengikat dari protein asam nukleat, analisis single-nucleotide polymorphism.[8]
Sejumlah profil genetik telah diajukan oleh berbagai pihak, beberapa diantaranya adalah:
  • Profil genetik dari American Society of Clinical Oncology yang menawarkan klasifikasi berdasarkan CA 15.3, CA 27.29, CEA, pencerap estrogen, pencerap progesteron, pencerap faktor pertumbuhan epidermal-2, aktivator plasminogen urokinase, penghambat aktivator plasminogen 1.[9] Penggunaan kategori berikut sebagai dasar diagnosa juga dianggap belum cukup; DNA/ploiditas dengan penggunaan sitometri, p53, cathepsin D, siklin E, multiparameter assays tertentu, deteksi metastasis-mikro pada sumsum tulang dan kadar sel tumor dalam sirkulasi darah.
  • Profil genetik yang disebut normal breast-like, basal, luminal A, luminal B, dan ERBB2+.[10]
  • Subtipe berdasarkan ESR1/ERBB2 dengan profil ESR1+/ERBB2-, ESR1-/ERBB2-, dan ERBB2+.[10]
Profil intrinsik Perou-Sørlie
Dari sudut pandang histologi, sel tumor payudara merupakan jaringan kompleks yang terdiri dari berbagai jenis sel selain sel kanker.[11] Untuk mendapatkan profil genetik dari sebuah tumor, perlu diketahui ekspresi genetik khas dari tiap sel yang merupakan hasil transkripsi kluster gen tertentu, kemudian dicari kesamaan kluster pada sel lain dari jenis yang berbeda.
Pada profil intrinsik, ditemukan 8 kluster genetik yang merupakan variasi sel-sel tertentu yang terdapat di dalam tumor.
  1. Sel endotelial. Sebuah kluster gen merupakan ciri khas ekspresi genetik sel endotelial, seperti CD34, CD31, faktor von Willebrand, baik sel endotelial dari kultur HUVEC maupun HMVEC.
  2. Sel stromal. Ekspresi protein dari sel stromal merupakan kluster genetik yang teridentifikasi terlebih dahulu dan meliputi beberapa isomer kolagen
  3. Sel payudara normal maupun yang kaya akan adiposa dengan kluster genetik meliputi fatty-acid binding protein 4 dan PPAR
  4. Sel B, meninggalkan jejak genetik seperti ekspresi gen berupa protein imunoglobulin saat melakukan infiltrasi dan memberikan variasi pada kluster genetik seperti yang terjadi pada ekspresi sel RPMI-8226 dari kultur mieloma multipel.
  5. Sel T juga meninggalkan jejak genetik yang menjadi indikasi aktivitas infiltrasi. Sebuah kluster geneteik meliputi kluster diferensiasi CD3 dan 2 subunit pencerap sel T ditemukan pada sel MOLT-4 dari kultur leukimia.
  6. Makrofaga. Sebuah kluster genetik yang nampaknya merupakan ciri khas makrofaga/monosit adalah ekspresi CD68, acid phosphatase 5, chitinase dan lysozyme.
Terdapat dua jenis sel epitelial pada kelenjar ini, yaitu sel basal atau sel mioepitelial, dan sel epitelial luminal. Banyak gen yang hanya dimiliki oleh salah satu jenis sel ini dan jarang ditemukan gen yang dimiliki oleh kedua sel. Kluster genetik sel basal meliputi keratin-5, keratin-17, integrin-4 dan laminin. Sedangkan kluster genetik sel luminal meliputi faktor transkripsi yang berkaitan dengan pencerap estrogen seperti GATA-binding protein-3, X-box binding protein-1 dan hepatocyte nuclear factor-3.

Lintasan onkogenik

Klasifikasi menurut lintasan onkogenik terbagi menjadi 4 subtipe yang disebut
Berdasarkan klasifikasi ini, hasil sampling dari 2.544 kasus yang terjadi di Amerika, 73% didapati mengidap subtipe luminal A, 12% penderita luminal B, 11% adalah kanker triple negative dan 4% merupakan jenis HER-2 over-expressing.[13]
Beberapa ahli lain menambahkan subtipe seperti;

Gejala klinis

Gejala klinis kanker payudara dapat berupa:

[Benjolan pada payudara

Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu.

Erosi atau eksema puting susu

Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d'orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu semakin lama akan semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain:
  • Pendarahan pada puting susu.
  • Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang.
  • Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990).
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut:
  • terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
  • adanya nodul satelit pada kulit payudara;
  • kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;
  • terdapat model parasternal;
  • terdapat nodul supraklavikula;
  • adanya edema lengan;
  • adanya metastase jauh;
  • serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.

Keluarnya cairan (Nipple discharge)

Nipple discharge adalah keluarnya cairan dari puting susu secara spontan dan tidak normal. Cairan yang keluar disebut normal apabila terjadi pada wanita yang hamil, menyusui dan pemakai pil kontrasepsi. Seorang wanita harus waspada apabila dari puting susu keluar cairan berdarah cairan encer dengan warna merah atau coklat, keluar sendiri tanpa harus memijit puting susu, berlangsung terus menerus, hanya pada satu payudara (unilateral), dan cairan selain air susu.

Faktor-faktor penyebab

Faktor risiko

Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:
  1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
  2. Penggunaan hormon: Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitive terhadap rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas[15].
  3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.
  4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.
  5. Konsumsi lemak: Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.
  6. Radiasi: Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
  7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. Faktor Usia sangat berpengaruh -> sekitar 60% kanker payudara terjadi di usia 60 tahun. Resiko terbesar usia 75 tahun [16]

Faktor Genetik

Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa faktor genetik yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara gen yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor.
Gen pensupresi tumor yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara diantaranya adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2.

Pengobatan kanker

Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu:

Mastektomi

Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut & Pressman, 1992):
  • Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.
  • Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
  • Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.

Radiasi

Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.

Kemoterapi

Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker atau sitokina dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker melalui mekanisme kemotaksis. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

Lintasan metabolisme

Asam bifosfonat merupakan senyawa penghambat aktivitas osteoklas dan resorpsi tulang yang sering digunakan untuk melawan osteoporosis yang diinduksi oleh ovarian suppression, hiperkalsemia dan kelainan metabolisme tulang, menunjukkan efektivitas untuk menurunkan metastasis sel kanker payudara menuju tulang.[17] Walaupun pada umumnya asupan asam bifosfonat dapat ditoleransi tubuh, penggunaan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti osteonekrosis dan turunnya fungsi ginjal.[18]
CT dapat menginduksi sel kanker payudara untuk memproduksi cAMP dan menghambat perkembangan sel kanker.[19] Molekul cAMP tersebut terbentuk dari ekspresi pencerap CT yang terhubung adenylate cyclase oleh paling tidak satu buah guanine nucleotide-binding protein. Respon cAMP terhadap CT dapat menurun ketika sel terinkubasi senyawa mitogenik berupa 17beta-estradiol dan EGF; dan meningkat seiring inkubasi senyawa penghambat pertumbuhan seperti tamoxifen dan 1,25(OH)2D3; serta oligonukleotida dan proto-onkogen c-myc. Namun penggunaan tamoxifen meningkatkan risiko terjadi polip endometrial, hiperplasia dan kanker, melalui mekanisme adrenomedulin.[20]
Respon berupa produksi cAMP yang kuat, tidak ditemukan pada senyawa selain CT. Senyawa efektor adenylate cyclase seperti forskolin dan senyawa beta-adrenergic receptor agonist seperti isoproterenol hanya menghasilkan sedikit produksi cAMP.
Pada sel MDA-MB-231, CT akan menginduksi fosforilasi c-Raf pada serina posisi ke 259 melalui lintasan protein kinase A dan menyebabkan terhambatnya fosforilasi ERK1/2 yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel MDA-MB-231,[21] dan menghambat ekspresi mRNA uPA yang diperlukan sel MDA-MB-231 untuk invasi dan metastasis.[22] Walaupun demikian kalsitonin tidak mempunyai efek yang signifan untuk menghambat proliferasi sel MCF-7. Apoptosis sel MDA-MB-231 juga diinduksi oleh asam lipoat yang menghambat fosforilasi Akt dan mRNA AKT, aktivitas Bcl-2 dan protein Bax, MMP-9 dan MMP-2,[23] serta meningkatkan aktivitas kaspase-3.[24]

Strategi pencegahan

Pada prinsipnya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:

Pencegahan primer

Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang "sehat" melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat. Pencagahan primer ini juga bisa berupa pemeriksaan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) yang dilakukan secara rutin sehingga bisa memperkecil faktor risiko terkena kanker payudara.[25]

[sunting] Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
  • Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement survey.
  • Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi setiap tahun.
  • Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.
Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%

Pencegahan tertier

Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan yang diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif.
Apa kanker payudara itu?
Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel pada payudara. Organ-organ dan kelenjar dalam tubuh (termasuk payudara) terdiri dari jaringan-jaringan, berisi sel-sel. Umumnya, pertumbuhan sel normal mengalami pemisahan, dan mati ketika sel menua sehingga dapat digantikan sel-sel baru. Tapi, ketika sel-sel lama tidak mati, dan sel-sel baru terus tumbuh (padahal belum diperlukan), jumlah sel yang berlebihan bisa berkembang tidak terkendali sehingga membentuk tumor. Akan tetapi, tidak semua tumor merupakan kanker, terutama pada payudara. Ada jenis tumor jinak (non kanker), ada juga yang ganas (kanker).

Artikel Trubus SEPTEMBER 2009 " SEMBUH KANKER PAYUDARA "

klik foto artikel dibawah ini biar besar & bisa dibaca:


Pada perempuan, payudara adalah kelenjar yang mampu memproduksi air susu. Tiap payudara terdapat dari 15-20 kantung penghasil susu, yang disebut lobes. Tiap kantung tersebut terdiri dari beberapa kelejar susu (lobules). Seringkali, awal kanker payudara tumbuh pada kelenjar susu atau lolubes.





Payudara juga terdiri dari pembuluh darah dan aliran getah bening, yang mengalirkan cairan yang disebut getah bening, melalui tubuh menuju kelenjar (nodes) getah bening (kumpulan sel sistem imunitas berukuran sebesar kacang polong, berfungsi mencegah infeksi). Kelenjar getah bening yang letaknya dekat payudara terdapat pada bagian ketiak, di atas tulang selangka dan di belakang tulang dada.

Cairan dari jaringan payudara mengalir melalui aliran getah bening menuju kelenjar getah bening di bawah ketiak. Karena itu, ketika sel kanker payudara mulai menyebar (metastatis), lokasi penyebaran pertama yang paling umum adalah pada kelenjar getah bening (terletak di bagian bawah lengan). Nah, jika sel kanker telah menyebar ke bagian tersebut, akhirnya muncul benjolan. Namun, jika benjolan tersebut tidak terdeteksi, ada kemungkinan sel kanker telah menyebar hingga ke bagian tubuh lainnya, seperti paru-paru, tulang dan otak.


Gejala:

Kanker payudara merupakan kanker no.2 terbanyak pada wanita Indonesia. Gejala-gejalanya mencakup:

=> Pada stadium dini : tanpa keluhan, penderita merasa sehat, tidak nyeri, aktivitas normal. Tanda yang mungkin ada teraba benjolan kecil di payudara

=> Bila penyakit berlanjut; terasa benjolan, bentuk dan usuran payudara berubah, luka/eksim pada payudara yang sudah lama dan tidak sembuh pengobatan, keluar darah/nanah/cairan dari puting atau ASI walupun tidak menyusui

=> Puting susu tertarik ke dalam

=> Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk

Kanker dapat diawali dari sel-sel yang belum membentuk benjolan. Ketika kanker berkembang, tumor akan tumbuh dan benjolan dapat dirasakan lebih jelas hanya dengan pemeriksaan manual yang dilakukan dokter. Selain itu, kelenjar getah bening bisa membesar yang menandakan sel kanker telah menyebar.

Umumnya saat diagnosis kanker payudara, pada awalnya tidak menimbulkan rasa sakit yang bisa menjadi tanda munculnya penyakit ini. Namun, pada beberapa pasien mengaku mengalami rasa sakit di seputar benjolan pada payudara. Bagi yang mengalami rasa sakit payudara terus-menerus dan mencurigakan sebaiknya segera diperiksakan ke dokter, meskipun belum terasa adanya benjolan

Faktor resiko kanker payudara :

=> Riwayat keluarga dengan kanker payudara, kanker ovarium, endometrium, kolorektal, prostat, tumor otak, leukemia, sarkoma

=> Faktor hormon; haid pertama <10>55 thn, tidak menikah/melahirkan anak, melahirkan anak pertama >35 thn, tidak pernah menyusui anak

=> Faktor umur; kemungkinan lebih besar mendapat kanker payudara pada umur lebih dari 30 tahun dan terus bertambah sampai setelah menopause

=> Payudara pernah infeksi, trauma, operasi tumor jinak atau ganas

=> Pernah menggunakan obat hormonal yang lama, seperti terapi sulih hormon dan pengobatan kemandulan

=> Penderita tumor jinak payudara menggunakan obat KB

=> Pernah radiasi payudara atau dinding dada

=> Peningkatan berat badan yang signifikan pada usia dewasa

Diagnosis

Bila terjadi benjolan, lakukan :

=> Pemeriksaan USG, mammografi, MRI

=> Pemeriksaan pertanda tumor: CA 15-3, MCA dan CEA

=> Diagnosis pasti; pemeriksaan hispatologis yang bahannya diambil dari biopsi benjolan di payudara

Pencegahan :

=> Pemakaian obat hormonal harus dengan sepengetahuan dokter

=> Dikeluarga sedarah ada yang menderita kanker, jangan gunakan KB PIL, suntikan dan susuk KB

=> Lakukan pemeriksaa SADARI setiap bulan

=> Risiko tinggi, periksa mammografi secara berkala, terutama pada usia lebih dari 49 tahun

=> Pemberian ASI selama mungkin pada anak menggunakan risiko terkena CA mammae karena terbentuk hormon oksitosin yang akan mengurangi produksi hormon estrogen

=> Menjaga kesehatan dengan banyak mengkonsumsi buah dan sayuran segar, susu kedelai, tahu, tempe, mengandung genistein yang dapat menurunkan kejadian kanker payudara

=> Hindari makanan berkadar lemak tinggi karena nerkorelasi dengan peningkatan kanker payudara

Hindari:

=> Karsinogen yaitu penyebab yang dapat merangsang pembentukan kanker, misalnya zat kimia organik dan anorganik seperti zat pewarna tekstil (kue, kerupuk) zat pengawet (tahu, bakso), karbon tetraklorida (CCI4), ter (jelaga), kloramfenikol (obat tifus), fenilbutason (obat rematik), nitrosamin, asbes, asap rokok, sinar radiasi

=> Polusi udara

=> Penyedap dan pemanis buatan

=> Sayuran berpestisida

=> Ikan tercemar merkuri, pengawet

=> Daging tercemar virus, hormon, pengawet, dsb

Pengobatan

Tergantung stadium, bisa operasi, kemoterapi, radioterapi, hormonal. Untuk stadium dini (I dan II) operasi dengan cara breast conserving treatment (BCT) yaitu hanya mengangkat tumor dengan 1-2 cm dari jaringan normal disekitarnya, lalu diradioterapi selama 5-6 minggu, angka kekambuhan 10-12%.

Bila operasi, kemoterapi dan radiasi gagal, hindari makanan dan minuman tercemar, hindari makanan berlemak, banyak konsumsi buah dan sayuran segar yang bebas peptisida dan konsumsi food suplement yang terbukti berkhasiat antikanker.


***************************************************************************************
Ganggang Biru-Hijau Vs Kanker Nasofaring.
Sepulang berkemah di kawasan Puncak, Cianjur, Tono-nama samaran-didera nyeri kepala berkepanjangan. Beberapa butir obat penghilang pusing ditelan, tapi nyeri itu seolah ajek. Kejadian 4 tahun silam itu diikuti munculnya benjolan sebesar telur puyuh di leher. Lita-sang ibunda-yang takut terjadi sesuatu segera membawanya ke Rumah Sakit Pluit di Jakarta Utara. Di sana dokter memvonis anak saya kena kanker nasofaring, tutur Lita.

Kabar mengejutkan itu sontak membuat semua persendian Lita terasa lemas. Ia benar-benar tak menduga anak sulungnya didera kanker. Ketika itu saya hanya bisa diam dan menangis. Saya merasa kasihan, ujar Lita. Saat palu vonis itu diketuk, Tono baru saja merayakan kelulusannya dari Sekolah Menengah Pertama. Ia memang mengisi waktu liburan dengan berkemah sambil menunggu pengumuman penerimaan dari sebuah Sekolah Menengah Atas di kawasan Jakarta Barat.

Benjolan itu tidak sengaja didapati. Rambut Tono yang panjang sebahu membuat benjolan itu tertutup. Herannya dia sendiri tidak merasa ada benjolan itu, ujar Lita. Maklum dengan bobot sekitar 80 kg, leher Tono tampak penuh lipatan kulit. Benjolan itu tampak setelah sang ayah mencukur rambutnya. Lo kok ini ada benjolan, ujar sang ayah seperti dituturkan Lita.

Saran dokter untuk melakukan biopsi-pemeriksaan jaringan hidup-membuat Lita ketakutan. Saya sering dengar biopsi menyebabkan kanker menyebar dan lebih ganas, ujarnya. Merasa tak puas, kelahiran Bangka-Belitung 45 tahun lalu itu mengecek Tono ke RS PGI Cikini di Jakarta Pusat. Kesimpulan sementara sama, perlu dilakukan biopsi.

Melalui bantuan kerabat dekat, Lita pun mengunjungi dokter spesialis kanker di bilangan Rawamangun. Setelah di CT Scan, dokter hanya bilang anak saya memang terkena kanker nasofaring stadium 1, ujarnya. Lita pun kembali dirujuk melakukan biopsi di RS Kanker Dharmais di Jakarta Barat.

Pengobatan alternatif

Pilihan biopsi sangat tidak diinginkan Lita. Setelah berembug bersama suami, Lita mencoba mencari pengobatan alternatif. Saya mendengar ada yang bisa menyembuhkan dengan pijitan di Sukabumi, ujar Lita. Tanpa pikir panjang, ia pun membawa Tono yang masih bisa beraktivitas normal ke sana. Sebulan pengobatan berjalan, hasilnya nihil. Benjolan itu malah tampak sedikit membesar.

Sebagai gantinya pengobatan herbal dipilih. Seorang pengobat di Kelapagading, Jakarta Utara, dikunjungi. Menurut sang pengobat, Tono harus meminum berbagai ramuan herbal. Salah satu di antaranya benalu teh. Sebungkus benalu itu dicuci bersh lalu direbus dalam 3 gelas air hingga mendidih dan tersisa segelas. Setelah dingin, air rebusan disaring untuk diminum 3 kali sehari masing-masing 1 gelas. Setelah 2 minggu mengkonsumsi belum ada perubahan, malah batuk darah dan mimisan, ujar Lita.

Tak kunjung membaik, dokter spesialis kanker di Rawamangun didatangi kembali. Kini apa pun yang disarankan dokter itu diterima. Dokter menyuruh ke Dharmais untuk menjalani terapi pengobatan, ujar Lita. Di sana Tono mesti menjalani kombinasi pengobatan dengan penyinaran dan kemoterapi. Katanya perlu 32 kali penyinaran sampai sembuh, ujar Lita.

Perubahan terjadi saat menjalani penyinaran ke-15. Tiba-tiba Tono didera rasa sakit yang amat sangat di pinggang. Tak tega melihat kondisi itu, Lita pun meminta dokter memberi obat penghilang rasa sakit. Obat itu diberikan lewat mulut dan dubur. Ia hanya efektif selama 12 jam setiap kali pemberian, tutur Lita.

Rasa sakit Tono membuat dokter curiga. Lita pun disarankan memeriksa Tono kembali. Hasilnya memang mengejutkan. Kanker itu sudah menyebar sampai pinggang. Dokter memutuskan Tono perlu menjalani 14 kali penyinaran lagi di bagian pinggang.

Saat itu kondisi Tono sudah jauh menurun. Bobotnya menyusut 30 kg, kulitnya kusam, dan rambutnya rontok. Air ludahnya kering, wajahnya menghitam, gusinya pecah-pecah sampai keluar darah, dan semua kaki tangannya bengkak, kata Lita.

Minum spirulina

Ketakutan kanker itu menyebar terbukti. Tak hanya di pinggang, tulang ekor pun kini digerogoti kanker. Tono mesti menjalani 17 kali penyinaran lagi. Dokter yang menanganinya mewanti-wanti agar kakak Lita tidak menginformasikan soal harapan umur penderita kanker. Dokter menyebutkan dengan kondisi itu usia Tono diperkirakan tidak sampai 3 bulan lagi, ujar Lita meniru ucapan sang kakak. Sambil terus menjalani terapi penyinaran, Lita meminta izin agar Tono diperbolehkan pulang. Saat itu Lita mengaku pasrah. Saran sepupunya untuk membawa Tono berobat ke Singapura ditolak secara halus. Biarlah saya merawatnya semampu saya, ujar Lita yang saat itu hanya bisa memberi asupan susu formula pada Tono.

Menjelang Natal pada 2002, teman dekat suami memintanya mencoba memberi spirulina. Siapa tahu bisa membuat badan anakmu sedikit kuat, tutur teman itu memberi beberapa sachet spirulina. Kebetulan pula spirulina cair itu berasa stroberi. Anak saya paling suka rasa stroberi jadi agak gampang memberinya, ujar Lita.

Spirulina itu diberikan rutin 3 kali sehari. Awalnya tubuh Tono seakan menolak. Saat diminum, tak lama cairan itu dimuntahkan lagi. Namun setelah mencoba 3 kali, tubuh Tono pun bisa menerima. Dua minggu mengkonsumsi tanda-tanda perubahan mulai terlihat. Kulitnya mulai kelihatan segar. Nafsu makannya timbul lagi, ujar Lita. Hampir 4 bulan rajin mengkonsumsi, kondisi Tono berangsur-angsur membaik. Wajahnya yang tadinya hitam mulai memutih kembali. Yang menggembirakan Lita, Tono sudah bisa berjalan normal meski agak tertatih-tatih. Kakinya masih sedikit bengkak, ujar Lita.

Setahun berlalu, Tono sudah tampak segar bugar. Bobotnya kembali normal seperti sediakala. Ia masih merasa cepat lelah saja, ujar Lita yang hingga kini terus mewajibkan Tono meminum 1 sachet spirulina setiap hari. Sekolahnya dulu sempat berhenti selama setahun sudah diteruskan kembali. Kalau lihat dia sekarang, saya kadang menangis karena tidak menyangka dia bisa membaik, tutur Lita.

Terbanyak ke-4

Merujuk data National Cancer Institute di Amerika Serikat, kanker nasofaring banyak terjadi pada ras Mongoloid yang tersebar di negara-negara Asia seperti Cina, Hongkong, Malaysia, Singapura, bahkan Indonesia. Kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung hingga menyebar ke kelenjar leher dan otak itu bisa diturunkan secara genetis.

Menurut Profesor Dr Karmel L Tambunan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, kanker nasofaring kini menjadi salah satu kanker yang banyak penderitanya di tanahair. Penyebabnya diduga virus epstein barr. Virus itu juga ditemukan pada penyakit lain seperti herpes, ujar spesialis darah yang juga mendalami kanker itu. Salah satu pemicunya adalah makanan yang diawetkan dengan garam atau diasapkan.

Dalam paparan mengenai penyakit-penyakit kanker, Dr Gustav Quade dari Institute of Medical Biometry, Informatic and Epidemiology Universitat Bonn di Jerman menyebutkan pada stadium awal serangan kanker nasofaring tidak memberi gejala khas. Yang sering tampak hanya telinga berdenging, hidung mimisan atau tersumbat seperti pilek terusmenerus di salah satu sisi. Bila semakin parah, di leher, misalnya, akan tampak pembesaran getah bening yang terlihat seperti benjolan yang dialami Tono.

Satu-satunya pengobatan kanker yang bisa dilakukan dengan menjalani radioterapi dan kemoterapi, ujar Karmel. Pengobatan yang dilakukan pada Tono itu menurut Karmel sudah tepat. Meski demikian ia belum bisa menduga peran spirulina yang membuat kondisi Tono membaik. Mungkin membantu memperbaiki daya tahan tubuh saja, ujarnya. (Dian Adijaya S)
Sumber: di Majalah Trubus Edisi Senin, 04 September 2006

***************************************************************************************

Penjinak Radiasi

Bencana mahadahsyat itu 20 tahun telah berlalu: ledakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Chernobyl. Namun, dampaknya tak juga terkubur oleh perjalanan panjang sang waktu. Setidaknya 9 anak meninggal karena kanker thiroid akut dan 9.000 orang lainnya mengidap leukemia, anemia, serta kehilangan kekebalan tubuh. Semua itu akibat radiasi nuklir ketika PLTN meledak pada 26 April 1986 pukul 01.23.

Cuma itu? Ternyata tidak, sebab kandungan iodine tanah dan logam berat strontium 90 serta caesiun 137 terserap oleh tumbuhan, serangga, dan jamur. Efeknya mempengaruhi makanan sehari-hari penduduk setempat. Iodine, misalnya, memicu kanker thiroid seperti banyak terjadi di Belarus dan Rusia. Radias nuklir bagi mereka memang mengancam nyawa.

Secercah harapan muncul ketika L.P. Loseva and I.V. Dardynskaya, dari Research Institute of Radiation Medicine, Minsk, Belarus, melaporkan hasil riset yang melibatkan 100 anak. Konsumsi 5 gram spirulina setiap hari selama 20 hari menekan 50% kandungan radioaktif pada urine.

Menurut Belookaya T Corres dari Komite Anak-anak Belarus, spirulina menurunkan radiasi akibat konsumsi makanan terkontaminasi zat radioaktif cesiun 137 dan strontium 90. Tumbuhan bersel satu itu meningkatkan kesehatan tubuh manusia sehingga digunakan sebagai terapi bagi orang yang terkena radiasi. Riset lain melibatkan 49 anak berusia 3-7 tahun di Beryozova, Belarus. Ekstrak spirulina diberikan selama 45 hari. Para dokter menemukan sel T dan hormon pengatur tumbuh meningkat. Sebaliknya 83% radioaktif pada urine menurun.

Peneliti juga menyimpulkan pikosianin dan polisakarida meningkatkan reproduksi sumsum tulang dan kekebalan sel. Rusia mematenkan spirulina pada 1994 sebagai makanan obat penurun reaksi alergi pada pasien yang teradiasi. Paten itu berdasarkan penelitian terhadap 270 anak yang hidup di radiasi tinggi. Setelah diberi 20 tablet atau 5 gram spirulina per hari selama 1,5 bulan, sensitivitas terhadap alergi pun normal. Riset-riset itu meneguhkan spirulina sebagai panasea, obat mujarab bagi beragam penyakit. (Vina Fitriani)

Sumber: Majalah Trubus Edisi Kamis, 31 Agustus 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar